Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Barjo Sianjing Keparat..!!

Kira-kira jam satu pagi, bis yang ku tumpangi tiba di tempat tujuan. Berhentinya mesin mobil dan raungan motor para pengojek, membuatku terbangun dari tidur lelapku. Ya, walau jalan yang di lalui tidak begitu mulus, di tambah cuaca dingin yang mencucuk tulang, aku masih bisa tidur lelap di atas jok mobil yang hanya berpenumpang lima orang, mungkin karna aku terlalu lelah.

Terminal Bungbulang, Hm... Tak ada perubahan, masih seperti dua tahun lalu saat aku meninggalkanya. ku perhatikan malah semakin memprihatinkan, begitu tak terawat, jalan sudah tak beraspal, dan yang paling menggangu adalah bau busuk menyengat dari tumpukan sampah di depan pasar., membuat perutku mual.
Tak seperti Terminal Kampung Rambutan, tempatku mencari sesuap nasi, begitu bersih dan terawat.. '' Hm... Mungkin karna hanya sebuah terminal kecil di pelosok Garut Selatan.. Mana ada orang penting yang mau datang ke tempat seperti ini '', pikirku.

Tiba-tiba saja terbayang kembali dalam benaku kejadian tadi pagi, di saat aku menikam seorang China yang melawan saat aku meminta jatah bulanan..
'' Sialan..! Untung saja aku dapat merebut belati yang dia pakai buat menyerangku, kalau tidak, mungkin aku yang sekarang di neraka ''.

Aku berlari menerobos gelapnya malam,hujan rintik-rintik mulai turun. Teriakan tukang ojek yang menawarkan jasanya tak ku hiraukan, Aku tetap berlalu di antara emperan rumah yang mulai becek dan licin.
Lima belas menit berlalu, aku sampai di depan sebuah rumah panggung, tas yang ku bawa basah di pakai melindungi kepala dari rintik hujan. Suasana begitu hening, yang ku dengar hanya suara binatang malam di kejauhan.

Namun aku agak sedikit kaget, di antara riuhnya binatang malam aku mendengar suara rintihan kecil dari kamar depan yang biasa aku tempati, saat istriku sedang minta dimanja. Diantara cahaya lampu tempel yang menerobos celah bilik kamarku, aku mengintip ingin tau apa yang sedang terjadi..

Ku singkirkan semua prasangka buruk tentang istriku, tak mungkin dia mengkhianatiku.. Semakin dekat, suara rintihan dan desahan istriku semakin jelas.. Jantungku semakin berdebar,.. dan ketika aku menemukan celah untuk bisa melihat apa yang terjadi di dalam, jantungku serasa berhenti berdetak, darahku dengan cepat naik ke kepala, napasku memburu tak beraturan, gigiku gemeletak menahan amarah.. Ku lihat, tubuh mulus istriku sedang di gerayangi tangan kekar Si Barjo, tetanggaku..

ANJING...!!!
Lelahku hilang, kekuatan tenagaku menjadi dua kali lipat dari biasanya, aku dobrak pintu rumahku hanya dengan sekali tendang.. Ku lihat sekelebat tubuh kekar keluar dari kamarku tanpa satupun pakaian menempel di tubuhnya, Aku terkam dia, jatuh telungkup di atas lantai papan.

Tanpa basa basi ku cabut belati berbercak darah dari sela pinggangku.. Ku semblih leher si Barjo keparat saat itu juga, tanpa melawan. Darah menyembur dari lehernya membasahi tanganku, suara mengorok terdengar begitu mengerikan.. Istiku menjerit melihat apa yang ku lakukan.. Anaku terbangun mendengar jerit ibunya, dan terdengar menangis di kamar belakang.

Aku melangkah menuju kamar depan, ku lihat istriku duduk menangis di sudut kamar, tubuh bugilnya hanya di tutupi sehelai kain sarung, sarung Si Barjo anjing..! Sambil menangis dia berkata tanpa berani menatapku., '' hampura nyai a..,, ampun a..''.

Aku tak menjawab, lantas ku dekati dia, ku jambak rambutnya, hanya sekelebat belati di tanganku menyayat hampir separuh lehernya,. Darah segar menyembur, membasahi muka dan bajuku. Dia mengerang, menggeliat, lantas diam tak bergerak, mati..

Ku usap mukaku dengan kain sprei, aku berbalik dan melangkah keluar, di luar kamar anaku terisak menyaksikan ibunya bersimbah darah.. Lalu ku pangku dia, tak terasa air mata menetes di pipiku, ku ciumi anaku, ku peluk dia seakan takan ku lepas lagi. Dengan sisa tenaga yang ada, ku sambar tasku, aku berlalu, melangkah menjauhi rumahku, ku tengok ke belakang, puluhan obor bak ular mulai mendekati rumahku.

Aku tak peduli. Aku berlari dan terus berlari, Entah sampai kapan..
'' hampura bapa Jang..'', sekali lagi, ku cium kening anaku.